REVIEW FILM NO TIME TO DIE - PENUTUP SAGA JAMES BOND YANG EMOSIONAL DAN MENGESANKAN


Petualangan agen rahasia flamboyan nan playboy James Bond era modern akan diakhiri dalam filmnya yang ke-25 bertajuk No Time To Die. Film penutup Daniel Craig sebagai agen rekaan Ian Fleming ini dikabarkan akan menjadi kisah pamungkas yang epik, emosional dan memorable dan akan memberikan pengaruh pada film-film James Bond selanjutnya.

Disutradarai oleh sutradara dan penulis naskah Cary Joji Fukunaga serta kembali dibintangi Ralph Fiennes, Naomie Harris, Ben Wishaw, Lea Seydoux, Jeffrey Wright dan Christoph Waltz yang mendukung Daniel Craig sebagai protagonis utama, No Time To Die  ini menambah talenta dalam sosok pemenang oscar aktor terbaik, Rami Malek, aktor muda Billy Magnussen, Lashana Lynch dan Ana de Armas.

No Time To Die akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai tanggal 30 September 2021.


Sinopsis

Melanjutkan cerita di akhir film Spectre, James Bond (Daniel Craig) dan Madeleine Swann (Lea Seydoux) yang berhasil selamat dari kejaran organisasi teroris Spectre dan menangkap pimpinannya, Blofeld (Christoph Waltz), tengah dimabuk cinta dan berlibur di Acropolis. Sayangnya liburan tersebut terganggu oleh anggota Spectre yang mendendam dan mengincar nyawa James. Mengetahui masih adanya rahasia yang Madeleine simpan soal masa lalunya dengan Spectre, James pun kehilangan kepercayaan dan meninggalkan Madeleine untuk selama-lamanya.

Lima tahun kemudian, Bond yang sudah pensiun dari MI6 dan mengisolasi diri di negara tropis terpencil rupanya harus menghadapi sosok musuh baru yang memiliki senjata biologis canggih yang mengancam dunia. Felix (Jeffrey Wright) Agen CIA kenalan James membawa informasi tersebut bersama Logan (Billy Magnussen) yang menunjukkan bukti adanya hubungan antara senjata biologis tersebut dengan Spectre. Setelah melakukan pengusutan di Kuba dengan bantuan agen CIA, Paloma (Ana de Armas), James mengetahui bahwa senjata biologis itu ternyata mengancam nyawa Madeleine. James pun terpaksa turun tangan dan beraksi kembali demi melindungi Madeleine sekaligus menyelamatkan dunia.


Ulasan

Franchise yang akrab dengan formula kisah agen rahasia yang mencoba menyelesaikan misinya menyelamatkan dunia dari ancaman teroris lengkap dengan percintaan antara James dengan para Bond Girl ini dahulu terkesan absurd dan komikal. Namun, sejak film Casino Royale (2006), James Bond versi Daniel Craig ini meninggalkan kesan absurd dan tampil lebih realistis dalam menampilkan kisah agen rahasia yang tangguh. Kisah percintaannya pun terasa lebih intim dan tidak sekadar main-main lagi.

Naskah No Time To Die digarap oleh sang sutradara Cary Joji Fukunaga sendiri dengan dibantu oleh duet Neal Purvis dan Robert Wade yang sudah akrab mengerjakan naskah Casino Royale, Quantum of Solace, Skyfall serta Spectre. Penambahan penulis dalam sososk Phoebe Waller-Bridge (serial komedi Fleabag) mampu memberikan efek yang baik dari sisi perspektif perempuan dan dialog komedi sarkas penuh celetukan konyol nan segar untuk film yang biasanya terkesan macho ini.


Gaya pengarahan Cary Joji Fukunaga ( Beast of No Nation, serial True Detective) dalam No Time To Die ini layak diberikan apresiasi setinggi-tingginya. Kemampuannya dalam mengkreasikan berbagai adegan action sangatlah luar biasa. Adegan laga kejar-kejaran motor dan mobil, tembak menembak, adegan kucing-kucingan menegangkan di tengah hutan berkabut plus adegan penyerbuan di sebuah pabrik yang digarap dengan kamera handheld yang epik tanpa menggunakan gaya usang shaky cam saat menangkap aksi Bond melawan musuh-musuhnya.

Penata kamera Linus Sandgren (La La Land, First Man) berperan penting dalam membantu Fukunaga menyajikan adegan action yang mengesankan dan mampu menangkap landscape yang indah dari berbagai negara, Kuba, Norwegia, Yunani sampai ke Jepang. Seluruh tim produksi teknis bekerja dengan sangat baik dengan pujian lebih tentu saja untuk penata musik Hans Zimmer (The Dark Knight) mengawinkan scoring klasik khas James Bond dengan sentuhan modern yang menambah adrenalin di setiap adegan laga berkat dentuman scoring gubahannya. Lagu tema No Time To Die milik Billie Eilish pun sukses memberikan nyawa dan sangat cocok dengan mood pada klimaks film ini.

Semua aktor dalam film ini berperan ciamik dengan kredit lebih pada Daniel Craig yang tampil seimbang. Emosional dan garang tapi masih bisa memancarkan sisi flamboyan ketika berhadapan dengan wanita. Ralph Fiennes (The English Patient), , Naomie Harris (Moonlight), , Ben Wishaw (Bright Star, Perfume), Jeffrey Wright (Shaft, The Hunger Games: Mockingjay) dan Christoph Waltz (Inglorious Bastards) masih tampil penuh kesan.


Lea Seydoux (MI4: Ghost Protocol) tampil tidak kalah gemilang, sangat emosional sepanjang film. Sementara Lashana Lynch (Captain Marvel) dan Billy Magnussen (Game Night) menajamkan karakter-karakter baru berwajah segar. Tapi, yang paling memberikan kesan adalah Ana de Armas (Knock Knock, Knives Out) sebagai Paloma. Karakternya yang terlihat gugup sebagai agen rahasia rekrutan baru dimainkan dengan cemerlang dan menggemaskan dengan adegan aksi tembak menembak dan perkelahian yang keren nan mematikan.

Sementara sang antagonis, Rami Malek (Bohemian Rhapsody) jadi sosok yang mengerikan dengan bekas luka di wajah. Hasilnya? karakter Safin memang mengerikan secara fisik tampilan wajah, apalagi dengan topeng putihnya. Tetapi postur tubuhnya tidak semengerikan itu, bahkan Safin dapat dikategorikan menjadi villain yang lemah jika dibandingkan para suksesornya, termasuk Blofeld dari film Spectre.


Perjalanan karakter antagonis Lyutsifer Safin ini juga kekurangan dari sisi penulisan naskah No Time To Die. Berbagai dialog dan monolog panjang nan filosofis miliknya tidak menjelaskan dengan baik motif atau penyebab ia melakukan berbagai rencana jahatnya serta apa yang ingin ia capai sesungguhnya. Malah seakan dibuat-buat agar karakternya menjadi sedikit nyentrik ala para musuh Bond di film-film Bond klasik.

Secara kualitas keseluruhan No Time To Die memang belum melampaui Skyfall atau Casino Royale, tapi jelas di atas kualitas Quantum of Solace dan Spectre. Namun sebagai sebuah film penutup saga, No Time To Die mampu menunaikan tugasnya dengan baik lewat klimaks film yang emosional dan memberikan penghormatan pada James Bond versi Daniel Craig yang akan diingat sepanjang masa.


Kesimpulan

Penantian satu setengah tahun karena pandemi Covid-19 akhirnya usai. Film James Bond terbaru bertajuk No Time To Die sukdes memberikan filim penutup saga yang epik dan emosional bagi James Bond versi Daniel Craig, sehingga dapat disimpulkan bahwa film ini adalah film Bond tergalau sepanjang masa. 

Eksekusi nyaris sempurna dari Cary Joji Fukunaga dengan tim produksi kelas satu yang bekerja keras menjadikan No Time To Die sebagai film yang layak disaksikan bagi para penggemar James Bond, penyuka film action maupun penonton pada umumnya. Siapkan tisu untuk melepas agen rahasia kesayangan kita, lalu siapkan tepuk tangan haru untuk menyambut James Bond baru di masa yang akan datang.

Rating: 3,8 out of 5 Stars

No Time To Die | Dur: 163 mins. | Dir: Cary Joji Fukunaga | Screenplay: Neal Purvis, Robert Wade, Cary Joji Fukunaga, Phoebe Waller-Bridge | Cast: Daniel Craig, Lea Seydoux, Rami Malek, Ralph Fiennes, Ben Wishaw, Lashana Lynch, Ana de Armas, Naomie Harris, Jeffrey Wright, Billy Magnussen 

Ditulis oleh: Iwan Stay Sic
Editor: Yvn

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LONGLEGS (2024) – HOROR THRILLER DISTURBING BIKIN MERINDING SEBADAN-BADAN

THE EXORCISM (2024) – KISAH PENGUSIRAN SETAN YANG BERBEDA TAPI TAK KALAH NGERI

THE LAST BREATH (2024) – FILM TEROR HIU PENUH DARAH & POTONGAN TUBUH