BLOOD (2022) – THRILLER PENUH DARAH BERTEMA KASIH IBU SEPANJANG MASA
Karir Michelle Monaghan (Kiss Kiss Bang Bang, Eagle Eye) sebagai artis memang tampaknya sudah makin tenggelam seiring usia yang bertambah, namun bukan berarti ia tidak menarik minat sutradara-sutradara berpengalaman untuk main di film mereka, termasuk Brad Anderson yang pernah menggarap dua film genre yang terhitung cult The Machinist dan Transsiberian.
Film Blood yang mengusung
genre thriller suspense ini
mempertemukan Monaghan dengan mantan aktor muda berbakat, Skeet Ulrich (Scream, The
Craft) dan akan segera tayang di bioskop Indonesia.
Sinopsis
Keluarga Jess (Michelle Monaghan), seorang ibu
tunggal dengan dua anak Tyler (Skylar
Morgan Jones) dan Owen (Finlay
Wojtak-Hissong) mengalami sebuah kejadian misterius manakala Owen digigit
seekor anjing dan mengalami penyakit aneh yang membuatnya haus akan darah. Demi
memenuhi kebutuhan akan darah, Jess pun mencuri stok darah di rumah sakit tempatnya
bekerja bahkan sampai melanggar hukum dengan menyandera salah satu pasiennya demi
menjadi lumbung makanan Owen.
Situasi Jess makin genting saat sang mantan
suami Patrick (Skeet Ulrich)
menyalahkan Jess atas kondisi Owen dan menuntut kembali hak asuh anak. Semua pergulatan Jess sembunyikan demi Owen, namun apa mau dikata, penyakit Owen makin
menunjukkan gejala aneh dan mengerikan, bahkan sampai mengancam nyawa Tyler dan Jess.
Ulasan
Brad Anderson dengan pengalamannya menyutradarai film genre yang fantastis menunjukkan taji menyutradarai film bergenre thriller dengan nuansa kelam seperti Blood ini. Naskah yang ditulis oleh Will Honley (Escape Room: Tournament of Champions, Bloodline) memang tidak terlalu bombastis dan menceritakan film dalam skala kecil dua lokasi utama di sekitar rumah dan rumah sakit.
Dengan dua lokasi dan berpusat di 4 orang karakter utama, film ini terasa sebagai film dengan skala kecil dengan bujet minim, tetapi cukup efektif menanamkan elemen suspense di beberapa adegan. Namun ada beberapa point dalam naskah yang kurang jelas yaitu soal mitologi pohon keramat di tengah hutan yang ditampilkan secara dramatis. Film ini tidak memberikan kesempatan untuk menjelaskan sejarah pohon tersebut.
Blood mengesampingkan penyebab
dan sejarah penyakit yang dialami Owen untuk fokus di pergulatan Jess ‘memberi
makan’ Owen dengan darah. Skill perawat Jess dimanfaatkan dengan baik untuk
mendulang darah dan menggunakan jarum suntik, sayangnya tidak ada usaha lebih
Jess menyelidiki jenis penyakit yang Owen derita.
Secara teknis, sinematografi dan
tata cahaya menjadi keunggulan utama film ini. Beberapa adegan menegangkan
dalam film banyak memanfaatkan sudut-sudut gelap namun Anderson dengan kru dengan
baik memanfaatkan pendar-pendar cahaya lampu dan bayangan-bayangan penuh ancaman. Secara
visual film juga mampu memberikan palet warna yang dingin dan menyeramkan.
Sementara, sisi scoring film ini terasa annoying dan mengganggu. Overdramatic!
Kesimpulan Akhir
Blood merupakan film
pembuktian bagi Michelle Monaghan di usianya yang semakin menua dan cocok
memerankan karakter ibu, dan juga bagi sutradara Brad Anderson yang kembali
membuat film panjang bergenre thriller setelah banyak menyutradarai serial-serial
populer macam Titans, Treadstone
maupun Peacemaker. Kelam, dengan
adegan-adegan menegangkan plus kisah keluarga yang miris dan penuh perjuangan, Blood
bisa menjadi tontonan horor alternatif di antara film horor-horor supernatural
yang tayang di bioskop.
Blood akan tayang segera
di bioskop Indonesia
Komentar
Posting Komentar