BALADA SI ROY (2023) – KISAH-KISAH PEMUDA ERA ‘80-AN YANG ENERGIK & IKONIK
Sutradara muda berpengalaman, Fajar Nugros dengan rumah produksi yang
ia pimpin IDN Pictures, melanjutkan
kiprah suksesnya di sepanjang tahun 2022 dengan menelurkan karya adaptasi novel
klasik Balada Si Roy: Joe karya Gol A Gong di awal tahun 2023 ini, film
bersetting tahun 1980-an ini mengambil judul Balada Si Roy.
Dibintangi pendatang baru Abidzar Al-Ghifari sebagai Roy dan
didukung Febby Rastanti, Bio One, Jourdy
Pranata, Omara Esteghlal, Lulu Tobing, Zulfa Maharani, Sitha Marino, Dede
Yusuf, Arswendi Bening Swara, Kiki Narendra, Wafda Saifan serta Tanta Ginting, Balada Si Roy tayang di
bioskop 19 Januari 2023.
Sinopsis
Pemuda tampan berwatak keras, Roy
(Abidzar Al Ghifari) adalah murid baru pindahan ke SMA 1 Serang, Banten.
Di hari pertamanya masuk sekolah baru, Roy sudah menarik perhatian dengan
bersekolah bersama anjing kesayangannya, Joe. Tidak hanya menarik perhatian Ani
(Febby Rastanti) kembang sekolah, tetapi juga mantan pacar Ani, Dullah (Bio
One), ketua geng Borsalino yang bandel.
Sebuah kejadian yang melibatkan Joe membuat Roy mendendam pada Dullah yang rupanya adalah anak penguasa Kota Serang. Roy menyesali kota Serang tempatnya tinggal yang membiarkan sosok seperti Dullah dan ayahnya berkuasa di Serang. Pemberontakan mulai Roy lakukan dengan menulis artikel kritik pada Kota Serang membuatnya dikenal dan ditandai oleh penguasa kota. Tidak hanya itu, urusan asmara dengan Ani, Dewi (Sitha Marino) dan Wiwik (Zulfa Maharani) membuat Roy terkesan sebagai playboy. Warna-warni kehidupan Roy terangkum dalam film ini yang membuat Roy memutuskan masa depannya sebagai seorang petualang.
Roy Sang Pemberontak!
Diangkat dari salah satu novel seri Balada Si Roy bertajuk Joe, naskah film ini dikerjakan oleh Salman
Aristo (Laskar Pelangi, Cinta Dalam Kardus). Naskah ini adalah usaha Salman menceritakan tahun-tahun pertama Roy tinggal di Kota
Serang. Untuk sebuah film perdana dari rencana franchise apa yang
dilakukan Salman bersama sang sutradara untuk mengenalkan Roy dan orang-orang
di sekelilingnya merupakan hal yang baik dan patut diapresiasi.
Sayangnya, terlalu banyak hal
yang ingin diceritakan di dalam satu film ini. Film kurang fokus dalam
menceritakan terbentuknya jati diri Roy yang terangkum di akhir film. Roy itu mau jadi apa sebenarnya? Sebagai pemuda kritis, Roy sang pemberontak tukang kelahi, Roy si Pebalap
Motor, Roy sang Playboy, semua ingin diceritakan dan sayangnya muncul secara
tiba-tiba dan tidak tuntas diceritakan. Bahkan kisah yang berhubungan dengan
Joe si anjing terasa tidak tuntas dan kurang memberikan efek yang memuaskan
bagi penonton dalam penyelesaiannya.
Sungguh sebuah kemunduran dari sisi Salman Aristo yang bersama sang istri Gina S. Noer (Dua Garis Biru, Like & Share) dikenal sebagai penulis naskah jempolan. Tidak dapat dihindari bahwa naskah adalah masalah utama di film ini. Sementara secara teknis produksi, apa yang dilakukan oleh Fajar Nugros (Inang, Cinta di Saku Celana, Adriana) justru merupakan peningkatan drastis dalam karier penyutradaraan Nugros.
Sebagai pemimpin di IDN Pictures, Fajar Nugros semakin meningkat kualitas penyutradaraannya. Tercatat setelah Srimulat: Hil Yang Mustahal Part 1 & Inang yang banyak dipuji kritikus dan penonton kemampuan Nugros dalam menyutradarai Roy terhitung sebuah skill yang layak diapresiasi. Tidak mudah menyutradarai sebuah film periodik tahun 1980an yang terlihat otentik dan believable seperti di Balada Si Roy ini.
Tim production designer bekerjasama dengan penata rambut, make up dan penata kostum di film Balada Si Roy bekerja
dengan baik dan terlihat melakukan riset yang proper. Sinematografi
film juga mantap dalam mengambil shot-shot wide dengan sudut-sudut kota Serang
lama yang membuat penonton serasa hidup di tahun 80-an. Tidak lupa juga
pemilihan palet dan tone warna film yang sangat mendukung mood film. Teknis
produksi menjadi keunggulan utama di film ini selain urusan akting.
Ya, kualitas akting di film ini tidak bisa dikesampingkan. Abidzar Al Ghifari di film perdananya tampil gemilang menjadi Roy. Wajahnya yang sangat Indonesia dengan rambut gondrong penanda dirinya sebagai pemuda pemberontak yang terlihat sangat mewakili sosok macho yang kerap diidolakan para wanita di masa tersebut.
Bio One (Rembulan
Tenggelam di Wajahmu, Srimulat: Hil Yang Mustahal Part 1) sang antagonis
utama pun menyeimbangkan dengan karakter berkebalikan dari Roy. Dullah tampil
rapi, klimis dan berwajah bengis sepanjang film. Sementara para karakter
perempuan diwakili oleh pendatang baru Sitha Marino yang menarik
perhatian sebagai Dewi si gadis tomboy anak Jakarta. Febby Rastanti dan Zulfa Maharani pun tampil sama sekali tidak mengecewakan.
Karakter lain yang menarik
perhatian adalah Lulu Tobing (Dua Garis Biru, Yang Tak Tergantikan) sebagai
Ibu Roy yang rapuh namun tegar mendidik Roy tanpa sang suami di sampingnya.
Duet montir Gultom bersaudara yang dimainkan Tanta Ginting (3: Alif,
Lam, Mim, Tiga Dara) dan Wafda Saifan Lubis (Gendut Siapa Takut)
pun tidak kalah mencuri perhatian dalam durasi tampil yang minim.
Kesimpulan Akhir
Balada Si Roy sukses
membawa penontonnya menaiki mesin waktu untuk pergi ke tahun 1980-an yang otentik dan believable. Sosok
Roy sebagai penanda zaman dan ikon budaya pop di era itu ditampilkan secara
lugas meski tidak dalam pola penceritaan yang enak untuk diikuti.
Sebuah kemunduran kualitas naskah bagi penulis naskah peraih Piala Citra, Salman Aristo, tetapi sebuah peningkatan
kualitas penyutradaraan bagi Fajar Nugros yang semakin matang dan layak
dinantikan karya berikutnya.
Balada Si Roy tayang di bioskop mulai 19 Januari 2023. Nonton dan rasakan sensasi hidup di tahun 80-an!
Komentar
Posting Komentar