REVIEW GHOSTBUSTERS: AFTERLIFE (2021) – ARAH BARU FRANCHISE YANG SEGAR TANPA LUPA BERNOSTALGIA

Dalam sejarah waralabanya sejak pertama kali rilis di layar lebar, film Ghostbusters (1984) mencetak satu prestasi besar selain capaian box office yang memuaskan, yaitu satu posisi kuat di dalam budaya populer dunia sejak periode pertengahan 80-an. Setelah tidur panjang pasca Ghostbusters II (1989), upaya untuk membangkitkan kembali lewat para pemburu hantu wanita di Ghostbusters (2016) nampaknya mengalami jalan buntu dengan hasil box office yang kurang memuaskan. Namun semua berubah di tahun ini lewat rilisnya Ghostbusters: Afterlife.

Disutradarai oleh putra dari Ivan Reitman, sutradara Ghostbusters (1984),  Jason Reitman yang juga sudah memiliki nama besar di Hollywood berkat karya-karya kelas festivalnya seperti Juno, Up In The Air dan Young Adult, film Ghostbusters: Afterlife menjanjikan arah waralaba yang menyegarkan dengan melibatkan tokoh utama anak-anak dan remaja yang pastinya membuat film aman buat semua umur. Ghostbusters: Afterlife tayang mulai 1 Desember 2021 di bioskop Indonesia.

Sinopsis

Kesulitan keuangan yang dihadapi Callie (Carrie Coon) dan dua anaknya Trevor (Finn Wolfhard) dan Phoebe (McKenna Grace) mendapat titik terang setelah ayah Callie yang sekian lama menghilang meninggal dunia dan meninggalkan warisan rumah di kota kecil Summerville, Oklahoma. Alih-alih mendapatkan harta, Callie dan anak-anaknya malah mendapatkan masalah dengan rumah yang tidak diurus dan nama buruk ayahnya yang terkenal ‘gila’ di seantero Summerville.

Namun perpindahan ke kota baru membawa nasib baik pada Trevor yang kecantol pelayan kafe bernama Lucky (Celeste O’Connor). Sementara Phoebe, si penggemar sains yang sulit berteman kini memiliki teman baru Podcast (Logan Kim) yang ceriwis. Phoebe pun akhirnya terbuka dan bercerita soal interaksinya dengan hantu dan berbagai kejadian aneh di rumah kakeknya. Hasil penyelidikan Phoebe pun ternyata berkaitan dengan beragam gempa aneh di Summerville yang juga diteliti oleh guru mereka Gary (Paul Rudd). Bukan vulkanik, bukan tektonik, gempa itu ternyata adalah sebuah penanda bahwa ada kekuatan supernatural yang hendak meneror dunia manusia. Phoebe pun mencoba mencari tahu apa kaitan kakeknya dengan peristiwa tersebut.

Ulasan

Setelah sebelumnya mencoba dengan mengubah gender karakter utama menjadi perempuan dewasa dalam Ghostbusters (2016), kini Sony Pictures mencoba menawarkan karakter utama anak dan remaja ke dalam franchise potensial pengeruk uang ini. Tanpa ragu, mereka juga yakin memberikan tongkat estafet dari ayah ke anak dengan menggunakan jasa Jason Reitman (Juno, Up In The Air) dalam film blockbuster perdananya.

Reitman yang terkenal dengan gaya komedi sarkasnya benar-benar memanfaatkan karakter-karakter dalam film ini untuk menginjeksikan gayanya. Ibu yang santai dan sarkas, anak kutu buku antisosial penggemar lelucon receh, remaja rebel yang cuek, guru yang cool, serta anak kecil aneh yang terobsesi siniar. Kumpulan karakter ini diberikan barisan-barisan dialog yang memiliki tektokan asyik dan menyenangkan sepanjang film.

Ini adalah hasil kerja duet penulis naskah Reitman yang memang beberapa kali menulis naskah sendiri dibantu oleh sutradara film Moster House, Gil Kenan (A Boy Called Christmas) yang mengolah karakter-karakter dan mitologi milik penulis naskah film Ghostbusters (1984), Dan Aykroyd (The Blues Brothers, Dragnet) dan Harold Ramis (Groundhog Day, Caddyshack). Naskah Ghostbusters: Afterlife dapat dikatakan menjadi seimbang dalam memberikan arah baru franchise yang menyegarkan, sekaligus memberikan unsur nostalgia yang apik.

Plot utama yang menitikberatkan pada penyelidikan yang dilakukan Phoebe berjalan sangat baik dengan mayoritas interaksi antara Phoebe dan Podcast yang sering mengocok perut. Karakter Podcast adalah karakter komedi yang sangat efektif berkat kelakuan dan celetukan ajaibnya. Sementara itu kisah sampingan Trevor dan si gadis pelayan kafe terasa kurang greget. Ada niatan menginjeksikan bullying ke dalam film, namun urung dilakukan. Sisanya plot asmara Callie dan Gary yang awkward tapi manis terasa kurang diberikan waktu karena durasi film memang sudah sepanjang 124 menit.

Misteri yang dihadirkan sejak menit awal film terjaga dengan baik sampai dengan pengungkapan. Bagian penyelesaiannya saja yang tampak agak terburu-buru. Tidak ada langkah karakter utama dalam merencanakan, berbagi rencana ataupun bertindak menyiapkan ‘jebakan’ bagi para makhluk supernatural. Kepanikan di kota Summerville pun kurang tergambarkan dramatis dan terasa hanya mendramatisasi akhir film yang potensial menguras air mata. Sebuah akhir film sempurna.

Dari sisi teknis, gaya penyutradaraan dan paket keseluruhan film mengingatkan penulis pada film-film petualangan anak-anak produksi Steven Spielberg di tahun 80-an. Bahkan beberapa notasi dan penggunaan alat musik pada scoring gubahan Rob Simonsen (Foxcatcher, The Way Back) mengingatkan penulis pada scoring milik composer legendaris John Williams (E.T., Indiana Jones, Star Wars) yang selalu menjadi composer andalan Spielberg.

Untuk departemen akting, McKenna Grace (Gifted, Annabelle: Comes Home) yang kebagian porsi terbanyak menunjukkan kapasitasnya sebagai salah satu aktris muda paling bersinar di masa kini. Phoebe miliknya adalah karakter utama yang layak diberikan simpati dan didukung nasibnya sepanjang film. Carrie Coon (Gone Girl) juga tampil prima dalam perannya sebagai single mother yang santai tetapi memiliki kepahitan pada mendiang ayahnya. Sementara Finn Wolfhard (It, Stranger Things) dan Paul Rudd (Ant Man, I Love You, Man) masih tampil tipikal seperti perannya terdahulu. Logan Kim (Home Movie: The Princess Bride) menjadi yang paling mencuri perhatian sebagai Podcast yang ceriwis dan menggemaskan.

Ada kekhawatiran bahwa film Ghostbusters: Afterlife akan banyak menyisipkan unsur nostalgia dari film pendahulunya. Memang benar beberapa bagian film menampilkan beberapa memoribilia dari film pertama, seperti mobil Ecto-1 yang legendaris, seragam para Ghostbuster, senjata proton sampai jebakan hantu yang khas. Tapi itu semua memang berkaitan dengan cerita dan dijelaskan dengan baik dalam narasi film. Jadi jangan khawatir, film ini adalah film yang komplet dan menyegarkan serta tidak bergantung pada nostalgia masa lalu. Film ini bisa anda saksikan tanpa perlu menonton film pertamanya, walaupun akan lebih mengasyikkan jika setidaknya tahu soal para Ghostbusters ini.

Kesimpulan

Ghostbusters: Afterlife adalah film yang membawa arah baru pada waralaba populer sambil merayakan unsur nostalgianya. Seru, menyegarkan dan memiliki akhir dramatis yang mengundang air mata, film yang cocok ditonton semua kalangan umur ini dijamin akan memberikan hiburan yang maksimal jika disaksikan seluruh anggota keluarga di layar lebar bioskop.

Ghostbusters: Afterlife akan tayang di bioskop Indonesia mulai 1 Desember 2021.

My Rate: 4 out of 5 Stars

Ghostbusters: Afterlife | 124 mins | Dir: Jason Reitman | Script: Jason Reitman, Gil Kenan, Dan Aykroyd, Harold Ramis |  Cast: McKenna Grace, Carrie Coon, Logan Kim, Paul Rudd, Finn Wolfhard, Celeste O'Connor, Bokeem Woodbine, Harold Ramis | Distr: Sony Columbia Pictures

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LONGLEGS (2024) – HOROR THRILLER DISTURBING BIKIN MERINDING SEBADAN-BADAN

THE EXORCISM (2024) – KISAH PENGUSIRAN SETAN YANG BERBEDA TAPI TAK KALAH NGERI

GITA CINTA DARI SMA (2023) – ADAPTASI PROGRESIF DARI ROMAN REMAJA TERHALANG RESTU