REVIEW FILM DETENTION (2019) HOROR ADAPTASI GAME YANG KELAM DAN KRITIS

Dalam sejarah industri sinema, film bergenre horor lazim digunakan oleh para orang-orang kreatif di balik layarnya untuk menyampaikan berbagai pesan tersirat terutama di negara-negara yang dipimpin oleh rezim otoriter. Salah satunya adalah di rezim orde baru negara Indonesia, di mana film-film horor milik Suzzanna di era 1980-an seperti Sundel Bolong, Telaga Angker, atau Malam Satu Suro, merupakan bentuk perlawanan dan teknik menyuarakan protes secara tersembunyi dan kreatif.

Taiwan lewat film Detention mencoba menyampaikan kisah semacam itu di dalam film horor yang berlatar belakang periode White Terror di Taiwan yang dimulai sejak peristiwa 28 Februari 1947 dan berlangsung selama 38 tahun dan 57 hari. Meskipun metafora yang disampaikan terasa di permukaan saja tapi cukup menarik, apalagi jika Anda sedikit mengetahui tentang sejarah kelam di mana puluhan ribu warga negara Taiwan meninggal, hilang atau ditawan karena kecurigaan afiliasi mereka dengan paham komunis, mirip dengan peristiwa G30S PKI di Indonesia.

Film Detention yang disutradarai oleh John Hsu dalam film panjang perdananya ini menggaet aktor-aktor berbakat dalam sosok Gingle Wang, Meng-Po Fu, Cecillia Choi dan Jing-Hua Tseng dalam film yang direncanakan tayang di bioskop Indonesia mulai tanggal 16 Desember 2020 ini.

Sinopsis

Berlatar belakang di sebuah sekolah tahun 1962 yang masuk dalam periode White Terror di mana masa darurat militer berlaku di Taiwan dalam upayanya menangkal dan melawan paham komunis dari RRC. Dua orang guru sekolah Mr. Chang (Meng-Po Fu) dan Ms. Yin (Cecillia Choi) itu merekrut beberapa murid untuk melakukan 'perlawanan kecil' dalam bentuk sebuah klub buku yang membahas buku-buku bertemakan sosialis yang berafiliasi pada paham komunisme. 

Klub buku tersebut merancang berbagai strategi untuk menghindari razia dari militer maupun polisi. Semua berjalan lancar sampai sebuah peristiwa yang melibatkan salah satu anggota klub buku Wei Chong-Ting (Jing-Hua Tseng) dengan murid wanita pemurung Fang Ray-Shin (Gingle Wang). Dari kejadian tersebut keduanya terjebak di sekolah hingga malam hari dan harus menghadapi teror makhluk aneh yang memburu mereka.

Ulasan

Dibagi dalam beberapa bab penceritaan, secara umum film cukup baik dan relevan dalam menceritakan kisah horor yang menyiratkan pesan perlawanan terhadap opresi pemerintah. Hanya saja fokus cerita terasa kabur saat sub plot karakter Fang Ray-Shin dengan masalah keluarganya kerap mendistraksi, itu pun masih ditambah oleh hubungannya dengan sang guru, Mr. Chang.

Upaya film menakut-nakuti dalam sosok makhluk mengerikan yang mengejar Fang dan Wei ke seluruh sudut sekolah cukup berhasil, apalagi latar sekolah ditampilkan gelap dan dibuat seakan sudah sekian lama ditinggalkan. Ketidakjelasan keberadaan keduanya yang sebelumnya masih aktif bersekolah lalu mendadak terjebak di malam hari awalnya sempat membingungkan, tapi sepanjang perjalanan dapat dipahami pengandaian dan analogi yang ingin sebenarnya ingin disampaikan.


Naskah yang ditulis keroyokan oleh John Hsu sang sutradara bersama Lyra Fu dan Shih-Keng Chien sebenarnya tidak menggali terlalu dalam berkaitan dengan misteri kenapa kedua karakter utama terjebak di sekolah sampai diburu monster. Fokus film lebih kepada apa yang terjadi pada klub buku mereka dan implikasi yang para anggota klub buku terima. Nasib mereka cukup menarik diikuti meski bisa dibilang dimensi cerita terbesar justru diberikan pada Fang yang justru bukan merupakan anggota klub buku.

Karakter Fang diberikan latar belakang keluarga lengkap dengan masalah pelik yang ayah ibunya hadapi, yang kemudian menjadi latar belakang dari apa yang Fang lakukan di sekolah. Ia hanya meniru apa yang terjadi di rumah dan ingin mencoba menyelamatkan sang ayah. Kisah Fang tidak hanya di situ saja, film juga menambah subplot lain dengan hubungan platoniknya dengan sang guru, Mr. Chang. Sangat disayangkan memang karakter lain tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan dimensi lain.

Secara teknis film terbilang baik di sisi desain produksinya. Tim produksi mampu menciptakan set lengkap dengan tata cahaya yang apik guna menampilkan suasana mencekam di sekolah pada malam hari. Dari sisi lain tidak ada yang menonjol dan terlihat standar saja. Sang sutradara John Hsu memang mampu di dalam menampilkan sisi horor, hanya saja sisi drama kurang bisa ditampilkan menggigit. Ada kecenderungan unsur dramanya kurang bertenaga, dan kerap memperlambat tempo. 



Kesimpulan

Bukan seperti horor yang biasa, film Detention menggunakan kisah horor sebagai alat untuk menyampaikan analogi yang cukup mencerahkan bagi penulis yang baru menyadari bahwa Taiwan memiliki pendekatan yang sama dengan Indonesia dalam memandang dan memperlakukan paham komunisme. Meskipun unsur dramanya terasa kurang menggigit, tetapi unsur horornya cukup memberikan nilai lebih untuk mengundang penggemar horor menyaksikan film ini di bioskop.           

My Rate: 3 out of 5 Stars

Detention | 102 mins | Dir: John Hsu | Writers: John Hsu, Lyra Fu, Shih-Keng Chien | Cast: Gingle Wang, Meng-Po Fu, Jing-Hua Tseng, Cecillia Choi | Genre: Psychological Horror

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GITA CINTA DARI SMA (2023) – ADAPTASI PROGRESIF DARI ROMAN REMAJA TERHALANG RESTU

JOY RIDE (2023) – PETUALANGAN SERU, KOCAK & LIAR 4 CEWEK ASIA

COBWEB (2023) - HOROR KLASIK ATMOSFERIK BIKIN BERGIDIK