REVIEW GODZILLA VS KONG (2021) - PERTARUNGAN NON STOP SERU DAN BRUTAL DARI DUA MONSTER TITAN PENGUASA BUMI


Tujuh tahun setelah dirilisnya film Godzilla karya Gareth Edwards yang menandai dimulainya Monsterverse di era modern dengan tujuan utama menyandingkan kadal raksasa sang titan penjaga keseimbangan bumi berjuluk, Godzilla, melawan monster kera raksasa yang kerap membela manusia bertajuk, King Kong, akhirnya dirilis rilis film Godzilla vs Kong dari tangan dingin sutradara Adam Wingard.

Film Godzilla vs Kong yang merupakan film kedua konfrontasi kedua monster titan setelah film produksi Jepang, King Kong vs Godzilla di tahun 1963 ini dibintangi oleh Alexander Skarsgard, Millie Bobbie Brown, Rebecca Hall, Brian Tyree Henry, Julian DennIson, Demian Bichir, Shun Oguri, Eiza Gonzalez dan Kyle Chandler, film Godzilla vs Kong akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai tanggal 24 Maret 2021.


Sinopsis

Beberapa waktu sejak peristiwa dalam film Godzilla King of The Monsters, kehidupan Madison Russel (Millie Bobbie Brown) tidak jauh berbeda.Ia masih berusaha memperkirakan penyebab munculnya Godzilla saat menghancurkan sebuah fasilitas perusahaan besar, Apex Cybernetic, milik konglomerat, Walter Simmons (Demian Bichir). Simmons sendiri menyatakan perang pada Godzilla sejak kejadian tersebut. Madison merasakan kejanggalan dan merasa mendapat sekutu lewat seorang podcaster dengan materi konspirasi yang bernama Bernie (Bryan Tyree Henry). Bersama sahabatnya Josh (Julian Dennison), Madison pun mulai menyelidiki kejanggalan tersebut berbekal informasi dari Bernie.

Sementara itu, selepas kegagalan penanganan Godzilla sebelumnya, organisasi Monarch memiliki sebuah proyek lain yang tidak kalah berbahayanya, yaitu menjaga Kong "di habitatnya" agar tidak keluar ke bumi dan berinteraksi dengan titan lainnya, Godzilla. Hal ini perlu dilakukan karena menurut legenda, hanya ada satu titan yang berkuasa di bumi. Insting Godzilla dan Kong adalah bertarung habis-habisan apabila keduanya bertemu. 

Di penangkaran, Kong ditemani sahabat kecilnya, Jia (Kaylee Hottle), anak terlantar dari suku pedalaman di Pulau Tengkorak. Dr. Ilene Andrews (Rebecca Hall) selaku pimpinan proyek penelitian sekaligus orang tua angkat Jia mendadak mendapat tawaran kerjasama dari Dr. Nathan Lind (Alexander Skarsgard) yang percaya diri mampu mengembalikan Kong ke rumahnya, sebuah tempat misterius di pusat bumi, dengan bantuan teknologi milik Apex. Ilene pun diliputi kebimbangan. Ia ingin Kong kembali ke habitat aslinya, tetapi merasa perjalanan ke sana membahayakan nyawa Kong apabila berpapasan dengan Godzilla. Tetapi karena fasilitas penangkaran sudah terlalu sering diamuk Kong, keputusan berat pun terpaksa diambil untuk mengembalikan Kong ke habitatnya. 

Ancaman pertarungan Kong melawan Godzilla pun terbuka lebar dan membahayakan jutaan nyawa manusia demi keseimbangan bumi. Sayangnya, bukan hanya Godzilla dan Kong yang mengancam kelangsungan hidup manusia, sesosok monster lain muncul dengan maksud membunuh kedua titan tersebut. Monster yang mematikan, lebih mematikan dari King Ghidorah musuh bebuyutan Godzilla. 

Ulasan

Mitologi Godzilla sebagai penjaga keseimbangan bumi dari berbagai ancaman berbentuk monster semacam Rodan, King Ghidorah, Mothra, dan lain-lain sudah diceritakan dalam dua film awal Godzilla (2014) dan Godzilla: King of The Monsters (2019). Dipadukan dengan film Kong: Skull Island (2017), para produser semesta monster titan ini merasa cukup untuk mempertemukan keduanya dalam sebuah film epik nan kolosal ini. 

Berbagai kritik yang muncul dari film-film Monsterverse sebelumnya diperbaiki secara signifikan. Terutama dalam hal memperbanyak kemunculan karakter monster di layar daripada karakter-karakter manusia penggerak cerita. Meskipun karakter manusia tetap ada, bahkan memiliki dua plot yang seimbang, namun dikompensasi dengan kemunculan (dan pertarungan) para monster juga meningkat banyak, dan hebatnya lagi kini didominasi adegan siang hari.

Tim efek visual yang dipimpin John "DJ" Des Jardin (Watchmen, Justice League), menjadi sosok utama yang patut diberikan pujian dalam film berdurasi 113 menit ini. Kehandalan mereka memanfaatkan teknologi CGI dan animasi plus kerjasama solid dengan tim production design patut diberikan acungan jempol. Sutradara Adam Wingard (The Guest, You're Next) yang mampu memimpin produksi film yang menurut penulis akan mampu memuaskan para fans garis keras Godzilla dan Kong, serta penonton film pada umumnya. Sosok Adam Wingard sebagai seorang fans dan nerd nampaknya memberikan pengaruh besar pada sudut pandangnya dalam menggarap film ini. Wingard menjadikan film ini sebagai sarana tempat bermain untuk mewujudkan rasa cintanya pada karakter Godzilla dan Kong.


Dari sisi naskah yang diberikan tugas berat untuk mengalirkan cerita tanpa mengorbankan karakter monster, dapat dikatakan cukup memberikan dua rangkaian cerita yang mengalir mulus. Plot Kong menuju habitatnya berjalan menegangkan seperti layaknya misi ke dunia antah berantah yang kerap muncul dalam berbagai film bergenre sci fi seperti, Alien, Interstellar, Star Trek, dll. Sementara plot Godzilla dan Apex yang digerakkan oleh Madison, meskipun berbahaya namun lebih condong dibuat lebih komedi, dengan dua karakter Bernie dan Josh yang kerap bertingkah konyol.

Skenario yang ditulis Eric Pearson (Black Widow, Thor: Ragnarok) dan Max Borenstein (Godzilla (2014), Kong: Skull Island) berdasarkan cerita Terry Rossio (Pirates of The Carribean, Shrek), Zach Shields (Krampus, Godzilla: King of The Monsters) dan Michael Dougherty (Trick 'r Treat, Godzilla: King of The Monsters) memang terbatas dalam menjadikan karakter manusia sebagai penggerak cerita. Bahkan plot Kong melompat jauh dari film Kong: Skull Island yang berlatar perang vietnam. Perkembangan kehidupan Kong dari masa tersebut ke masa kini hanya diceritakan lewat dialog saja. Ini menjadi salah satu catatan yang patut dicermati agar penonton tidak dilanda kebingungan. 

Durasi 113 menit film memang tidak terlalu panjang dalam menampilkan pertarungan para monster dan perjalanan para karakter manusia. Menurut hemat penulis durasi masih bisa sedikit ditambahkan untuk melengkapi mitologi Godzilla, termasuk bagaimana munculnya si musuh di akhir serta menceritakan bagaimana Kong bisa tiba di penangkaran lewat adegan montage sehingga gap cerita bisa dilengkapi.


Departemen akting dalam sebuah film dengan karakter utama monster sebenarnya memegang peranan yang terbilang unik. Karakter manusia sering dianggap sebagai pengganggu dan mendistraksi karakter monster, tetapi mereka juga memegang peranan penting dalam sisi kedekatan humanis dengan para penonton. Sementara untuk kharisma penonton sepertinya akan dibuat bingung untuk mendukung Godzilla atau Kong.

Penampilan karakter manusia paling mencuri perhatian dipegang oleh karakter Jia yang diperankan aktris cilik pendatang baru Kaylee Hottle. Perannya sebagai anak bisu tuli yang bersahabat dengan Kong mampu mewakili perasaan penonton yang iba pada Kong. Hubungan Jia dan Kong pun memberikan kejutan yang menarik di tengah film. Penulis meramalkan Kaylee akan menjadi bintang muda yang berkarir cemerlang di masa depan nanti. Sementara karakter Madison milik Millie Bobbie Brown (Stranger Things, Enola Holmes) tidak semengganggu di film sebelumnya. Di sini ia berbagi porsi dengan Bernie yang dimainkan oleh Brian Tyree Henry (Widows, Child's Play) dan Josh yang diperankan Julian Dennison (Deadpoll 2, Hunt for The Wilderpeople). 



Dua peneliti yang dimainkan Rebecca Hall (Iron Man 3, The Town) dan Alexander Skarsgard (The Legend of Tarzan) tidak diberikan porsi yang banyak, begitu pula karakter antagonis Walter Simmons milik Demian Bichir (The Hateful Eight, The Nun) dan Ren Serizawa milik Shun Oguri (Crows Zero) yang dijadikan sebagai pelengkap saja, meski tidak semalang Kyle Chandler (Super 8) yang melanjutkan perannya sebagai ayah Madison yang hanya muncul dalam kurang lebih 4 adegan saja.

Di luar akting dari para pemeran karakter manusia, karakter Godzilla dan Kong rasanya adalah yang patut diberikan perhatian lebih. Tim efek visual beberapa kali memberikan gambaran close up wajah keduanya dan meskipun tidak sempurna, tetapi setidaknya mampu menampilkan emosi dari ekspresi wajahnya di beberapa adegan. Dalam film Godzilla vs Kong ini, kedua titan ini sangat berkarakter dan memiliki dimensi. Satu hal lain yag patut diberikan kredit adalah koreografi pertarungan yang sangat estetik.

Wingard dengan timnya benar-benar memaksimalkan pergerakan lincah Kong serta sifat melata Godzilla dan kemampuannya bertarung menggunakan ekor plus gigitannya yang membuat berbagai pertarungan terasa bervariasi. Penonton akan dimanjakan dengan pertarungan kedua titan yang tidak ragu-ragu menghancurkan gedung-gedung tinggi di tengah kota tersebut. 


Kesimpulan

Memberikan penghormatan setinggi-tingginya pada mitologi Godzilla dan Kong, film Godzilla vs Kong menunaikan janjinya dalam memberikan pertarungan dua monster titan dahsyat dalam era perfilman modern. Epik, kolosal, brutal dan keren. Film puncak dari monsterverse milik studio Warner Bros. ini akan memberikan pengalaman sinematik yang mencengangkan dan akan membuat penonton ingin segera menonton lagi Godzilla vs Kong di bioskop dengan layar terbesar untuk yang kedua kalinya.

My Rate: 4,5/5 stars

Godzilla vs Kong | 113 mins | Dir: Adam Wingard | Screenplay: Erik Pearson, Max Borenstein | Story: Terry Rossio, Michael Dougherty, Zach Fields | Cast: Alexander Skarsgard, Rebecca Hall, Millie Bobbie Brown, Brian Tyree Henry, Kaylee Hottle, Julian Dennison, Eiza Gonzalez, Demian Bichir, Shun Oguri, Kyle Chandler | Genre: Action, Sci Fi, Thriller                   

    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GITA CINTA DARI SMA (2023) – ADAPTASI PROGRESIF DARI ROMAN REMAJA TERHALANG RESTU

JOY RIDE (2023) – PETUALANGAN SERU, KOCAK & LIAR 4 CEWEK ASIA

COBWEB (2023) - HOROR KLASIK ATMOSFERIK BIKIN BERGIDIK